Calung, Rengkong, Galeong

Pantun, Kongkorak, Suling Kumbang

Tarawangsa, Bengberokan

Macapat, Terbangan, Gembyung

Ngotrek, Tutunggulan

 

ANGKLUNG BUNGKO

Suatu upacara di desa Bungko (daerah Cirebon) yang mirip dengan Ngareureus pare di Banten, yaituMapag Sri”.

Jalannya upacara sebagai berikut:

Semua orang diwajibkan mengirimtumpengke Bale desa. Setelah do’a bersama, Pamong desa, Lebe dan Kabayan memotong tumpeng pada bagian ujungnya/congcot. Setelah itu tumpeng tersebut dibawa lagi oleh si empunya masing-masing.

Upacara itu diingi oleh suatu jenis kesenian angklung yang disebut angklung bungko. Adapun instrument-instrumennya terdiri dari:

a. Angklung yang dari tiga buah

b. Kendang besar

c. Goong dan kempul

d. Ketuk

Jenis kesenian ini selain dipergunakan untuk mapag Sri juga dipergunakan untuk Pesta Laut dan Munjung

Pesta laut diadakan pada tepung taun, dengan maksud agar seluruh para nelayan selamat dan memohon supaya hasilnya lebih banyak.

Cara-caranya:

Para nelayan berlayar bagaikan pawai dan ada satu perahu yang khusus untuk membawa sesajen antara lain: tumpeng, beras merah, bubur putih dan merah. Setelah sampai di tempat tertentu maka seluruh sesajen itu dibuang sebagai hadiah kepada penguasa laut. Sesajen tersebut menurut kepercayaan mereka diperuntukan untuk Nabi Hidir sebagai Nadran untukdi laut dan Munjung untuk di darat. Yang dilaksanakan pada suatu tempat yang disebut Pakuwon /tempat yang disucikan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ANGKLUNG

Menurut mitologi Bali, Angklung itu berasal dari angka (=angka), lung artinya patah/hilang. Angklung dapat dikatakan nada/laras yang tidak lengkap. Sesuai dengan istilah Cumang Kirang di Bali yang berarti nada kurang (surupan 4 nada), maka angklung di Bali terdiri dari 4 ancak, seperti yang terdapat pada nama-nama angklung Ciusul Banteng.

a. Angklung kecil bernama Kingking

b. Angklung nomor dua bernama Panempas

c. Angklung besar bernama Engklok

d. Angklung terbesar bernama Jongrong

Berbeda dengan Angklung dari Bandung yang terdiri dari 9 Angklung, yaitu:

1. Singgul

2. Jongjorong

3. Ambrung

4. Ambrung Panerus

5. Pancer

6. Pancer Panerus

7. Engklok

8. Roel

9. Roel Panerus 1

Disertai dengan dua buah dogdog, satu buah Bedug dan Tarompet. Sedangkan di Tanjungsari terdiri dari 12 angklung dan 4 dogdog

Selain angklung-angklung di atas masih ada lagi, yaitu angklung Ogel, Buncis dan reak. Perbedaaanya hanya dalam penghidangannya dan ini dititikberatkan kepada humornya saja. Perlu diketahui bahwa angklung itu semula tidak berfungsi sebagai melodi hanya berupa rangka lagu atau bass saja, karena untuk melodi kurang lengkap (hanya 4 nada)

Angklung seperti ini digunakan dalam upacara “Ngareureus Pare”, Helaran yaitu suatu bentuk pawai dalam mengiringi anak yang digitan dari rumah menuju rumah “bengkong” (tukang hitan). Pawai (arakarakan) tersebut selalu diiringi dengan angklung yang dibunyikan sambil mengelilingi kampong. Pawaitersebut lebih meriah lagi pada saat “ngadu angklung” ( Pemain saling tabrak menabrak, dorong mendorong sambil tetap memainkan angklung, jenis keseniannya ada yang menamakan “Angklung Sered”).

Peristiwa seperti ini dapat dilihat ketika upacara seren taun, selamatan perkawinan, perayaan-perayaan.

Kalimat/rumpaka dan bunyi Angklung yang dinyanyikan dan dimainkan oleh penyanyi dalam upacara ngareureus pare seolah-olah mempunyai maksud memberi sugesti kepada benih. Penyelidikan ilmiah dari Prof. T.C.N. Singh, seorang peneliti dan kepala Departemen Ilmu Tumbuh-tumbuhan di Universitas Annamalai India Selatan, mengatakan bahwa alat bunyi-bunyian dapat mempercepat tumbuhnya bijibenih.

Perkembangan waditra Angklung semakin berkembang ketika bapak Daeng Sutigna merubah laras/tangga nada Angklung ke tangga nada diatonis sehingga tugas Angklung ada yang berfungsi sebagai Melodi, Akompagnemen, sehingga jumlah waditra Angklung untuk melodi 42 buah dan akompagnemen lebih kurang 12 buah

1 Yap Kuns: Programma van de Feestavond van het Congres Java Instituut, Bandung, 1921, hal 242