TARI UPACARA DAN PEMUJAAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Khasanah Tari Sunda yang ada sekarang dapatlah kiranya dibagi dalam enam kelompok berdasarkan kegunaannya.

Macam pertama dan golongan ini yang biasa dianggap yang tertua adalah tarian Upacara dan Pemujaan yang terdapat di daerah tertentu. Berakar pada kepercayaan pra Hindu, tari-tarian itu digunakan berhubungan dengan peristiwa-peristiwa lingkaran alamiah seperti bercocok tanam, panen dan sebagainya atau berhubungan dengan lingkaran hidup seperti kelahiran, khitanan, ruwatan, perkawinan, kematian dan lain-lain.

N G A L A G E

Di antara permainan oray-orayan dan ucing-ucingan itu, mereka menyelipkan pertunjukkan lain, di mana setiap rombongan mempertunjukan kemahirannya dalam ragam tari yang dilakukannya secara improvisasi (saka) tapi tetap merupakan barisan yang utuh. Dalam hal ini sambil menabuh macam-macam lagu, mereka mempertunjukan tari bersama yang walaupun umumnya terdiri dari ragam-ragam langkah, cukup menarik perhatian. Di antaranya langkah-langkah itu diberi nama seperti Geser, Jengket, Anjlog, Congklang, Tenggeng, Tenggang, Kepoh, Kengkong, langkah-langkah banting kaki ke samping atau bahkan sampai mereka itu berjalan sambil "mengakod" temannya dan tentu sambil tak putus menabuh. Dengan barisan mundur maju secara paralel atau beruntun dan ragam-ragam lainnya tarian yang berunsur sederhana ini cukup menarik bahkan mengagumkan.

Bagian lain daripada pesta panen ini adalah para penonton dapat ikut menari. Mereka bisa bebas menari dengan diiringi tabuhan yang sama yaitu Angklung dan Dodgog Lojor. Tua muda laki wanita bersama menari, gerakannya sederhana dengan langkah-langkah kecil (mincid) disertai gerakan lengan merentang ke depan atau ke samping.

Peristiwa Tari bersama ini yang disebut NGALAGE, dilakukan sesaat sebelum padi dimasukkan ke lumbung atau sesudahnya sampai waktu yang tidak tertentu

 

Tarian yang dilakukan setelah panen, yang terjadi dua atau satu kali setahun, untuk menyatakan kegembiraan serta terimakasih kepada Dewi Padi, Pohaci Sanghiang Sri.

Sehabis padi di panen, dibawalah padi itu dari sawah dengan dipikul ke suatu tempat yang merupakan pusat Desa. Barisan pemikul padi ini didahului oleh pembawa umbul-umbul berwarna-warni, terutama merah putih. Menyambunglah barisan pembawa padi yang diantaranya ada yang memikul apa yang disebut RENGKONG, suatu pikulan padi dimana pemikulnya adalah batang bambu yang telah diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi bila pikulan itu bergerak, karena pengikat padi (rancatan) bergesek dengan pemikul. Timbullah paduan bunyi berirama diakibatkan oleh para pemikul tadi. Makin banyak para pemikul yang membawa rengkong, makin ramailah paduan bunyi bergesek itu, hal mana bisa menimbulkan kegembiraan dan menghilangkan rasa penat kepada para pemikul itu sendiri yang kadang-kadang harus berjalan memikul padi melewati jarak yang cukup jauh.

Barisan pembawa padi itu disambung pula oleh iring-iringan pembawa alat-alat pertanian seperti pacul, garu, wuluku dan sebagainya, dan bagian dari barisan-barisan ini yang paling menarik adalah barisan pembawa ANGKLUNG dan DOGDOG LOJOR. Tentu mereka berjalan sambil membunyikan alat tabuhnya, pada tempat tertentu yang dilewatinya.

Sesampainya di tujuan, rombongan mempertunjukkan puncak keramaian. Barisan dogdog Lojor berlarilari berombongan mempertunjukan bentuk-bentuk barisan seperti ular, sang ekor mengikuti kepalanya kemana saja kepala itu pergi, kadang-kadang bisa merupakan lilitan-lilitan barisan yang cukup sulit tanpa terputusnya barisan. Di samping bentuk yang biasa disebut oray-orayan ini, ada bentuk lain yang disebut ucing-ucingan, main kucing-kucingan di mana dua barisan saling kejar-kejaran atau saling mengintip. Barisan-barisan tersebut bermain sambil menabuh angklung serta dogdog loyornya yang mereka bawa. Satu barisan bisa terdiri dari 4 dogdog dan sembilan angklung.

 

 

 

 

 

 

SAMPIUNG, NGENGNGEK

Nama tarian ini berdasar nama lagu (Sampiung), sedangkan nama Ngek ngek diambil dari waditra pengiring yang dipakai mengiringi tarian tersebut. nama lain dari alat tersebut adalah Tarawangsa, suatu alat berdawai dua, yang satu digesek dan yang satunya lagi dijentik/disintreuk. Tarawangsa ini memainkan lagu-lagu beserta alat lainnya yaitu kacapi berdawai antara tujuh dan sembilan, memainkan pola-pola tabuh pirigan/iringan. Walaupun demikian dengan tarawangsa-pun yang memainkan lagu yang dibawakan secara ritmis dapat merangsang untuk menari.

Gerakan tariannya sendiri tidaklah rumit sebagaimana lajimnya tari bersama atau tari adat, tapi jalannya peristiwa itulah yang cukup menarik dimana setiap orang, boleh dikatakan ikut menari hingga tiada lagi pemisah antara pelaku dan penonton.

Tari Ngeng Ngek dilakukan bergantian antara kelompok wanita dan kelompok laki-laki, setiap kali lagu berganti.

 

B A K S A

kembali ke awal atau berlanjut

Istilah Baksa secara umum sebetulnya berarti tari. Pada bahasa jawa dikenal kata Beksa yang berarti Tari. Tari Baksa dilakukan sesaat sebelum sunatan dimulai bergeraklah barisan laki-laki dengan langkah-langkah berirama serta gagah (gerakan Baksarayi) Penari berjalan dengan membawa anak sunat disebekah kiri dan ditangan kanan memegang keris atau hihid. Mereka menuju ke tempat Tukang Sunat (Paraji atau Bengkong). Sampai dekat ke tempat paraji/bengkong, para penari berjongkong berkeliling dan menyanyi yang isi syairnya menyerahkan anak untuk disunat dengan sekaligus meminta berkahNya, agar si anak sehat dalam pertumbuhannya baik jasmanai maupun rokhani sebagai insan yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna.

Tari Baksa diiringi oleh tabuhan yang disebutKoromong, suatu perangkat waditra gamelan.

 

Upacara penjemputan pengantin