P A D A L A N G A N

 

 

 

kembali ke awal

Kakawen

kakawen lebih dikenal sebagai nyanyian ki dalang pada waktu pergelaran wayang. Isi kakawen antara lain banyak mengisahkan tentang pergantian babak cerita, karakter tokoh wayang, kemarahan-kemarahan, kedatangan tamu dan kekuatan tokoh wayang dalam mengunggulkan dirinya, misalnya pada ajimat-ajimatnya atau kekuatan lainnya. Pada dasarnya kakawen banyak mempergunakan irama bebas merdeka. Hanya pada bagian-bagian tertentu sajalah terdapat bentuk yang tandak. Inipun masih tidak utuh sebab perpaduan panjang pendeknya lagu masih tergantung kepada ki juru dalang itu sendiri.

 

Pengaruh kakawen masuk pula secara utuh pada Tembang Sunda lagam Cianjuran. Hanya namanya sudah bukan kakawen lagi melainkan dengan nama sebrakan. Sebrakan ini dinyanyikan setelah lagu dalam laras pelog dan sorog/madenda telah selesai atau disajikan secara khusus.

 

Motif-motif sekar irama merdeka pada pergelaran wayang digunakan pula oleh beberapa tokoh wayang tertentu yang dalam bicaranya dibawakan dengan lagu, seperti untuk tokoh Semar, Rahwana, Dursasana (patet yang digunakan patet Nem), Sangkuni, Togog, Narada (patet yang digunakan patet Manyura). Hal seperti ini disebut antawacana berlagu.

 

 

Dalam penyajiannya, kakawen dapat dibeda-bedakan menjadi

a.       Murwa

Adalah sekaran permulaan yang dibawakan dalang dengan rumpaka/bahasa Kawi atau pujangga. (Kakawi-an menjadi Kakawen)

Pada prakteknya Murwa terbagi atas

(1)    Murwa Umum

Murwa yang dapat dipergunakan untuk bermacam-macam adegan/jejeran, seperti:

Dene utamaning nata

Berbudi bawa laksana

Lire berbudi mangkana

Lela legawa ing dria

Agung denya paring dana

Anggeganjar saban dina

Lire kang bawa laksana

Anatepi pangandika

 

(2)    Murwa Khusus

Murwa yang hanya digunakan khusus untuk suatu adegan/jejeran. Contohnya:

 

Lengleng ramya nikang, sasangka kum,enyar mangrenge rumning puri

Mangkin tanpa siring, haleb nikang umah, mas lwir nurub ing langit.

Tekwan sarwa manik, tawingnya sinawung sasat sekar sinuji

Ungwan Banowati ywuna amren lalangen nwang nata Duryudana

 

b.       Nyandra

Prolog dalang yang menggambarkan situasi/keadaan sifat, watak, tata hidup dan kehidupan raja dan masyarakatnya dengan segala yang digarapnya dan sebagainya, contoh:

 

Sri Nalendra ajujuluk ………(.nama raja yang bersangkutan dari suatu Negara)

Mila kinarya bubukaning carita

Jalaran nagri panjang punjung

Pasirwukir loh jinawi

Gemah ripah kerta raharja

 

c.       Renggan

Sekaran dengan rumpaka yang bertemakan gambaran suatu keadaan yang sedang dihadapi agar lebih jelas dan lebih indah didengar, contoh:

 

Kayu Agung babar wite

Samia rembel gogonge samia rogol yan pangrange

Sekar mekar ing galihe pandele si pandan arum

 

d.       Sendon

Sekaran yang mempergunakan rumpaka untuk menggambarkan adegan sedih/kesedihan, contoh:

 

Rebeng rebeng cinanda layan kaherin

Wis pinandak perlambange

Perlambang simungkumi

 

Rumpaka yang digunakan pada kakawen biasanya jarang mempergunakan bahasa Sunda. Pergelarannya lebih terbatas pada pergelaran wayang. Persyaratan puisinya sudah tak menentu lagi. Dalam pergelaran tembang sering digunakan istilah Sebrakan.

 

Contoh rumpaka pada kakawen:

Gedong duwur kari samun

Pagulingan sepi tingtrim

Pepetetan samya murag

Balingbing lan jeruk manis

 

Tata Penyajian Sekar Gending pada Padalangan

(a).    Instrument yang digunakan

Seni Padalangan menggunakan iringan gamelan lengkap, tetapi di Pasundan kadangkala tidak semua waditra dipakai disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat kadangkala hanya memakai dua bauh saron, panerus/demung, bonang, gambang, kendang, rebab dan gong. Penempatan gamelan diatur sedemikian rupa, diusahakan waditra rebab sebagai pembawa lagu dapat terdengar jelas oleh semua penabuh. Untuk waditra yang bersuara keras ditempatkan di belakang supaya tidak menganggu atau menutupi suara waditra lain

 

(b).    Fungsi Karawitan dalam mengiringi pergelaran, berfungsi:

þ      Pengiring gerak wayang (sabet wayang ketika wayang menari maupun berkelahi)

þ      Pengiring juru kawih (sekar/vokal)

þ      Pengiring kakawen dan “haleuang” dalang

þ      Penggambaran dramatisasi pemeran lakon (sedih, gembira, bingung, dan lain-lain)

þ      Pengiring adegan-adegan dalam garapan seni padalangan

Untuk mewujudkan suatu penyajian yang berhasil, maka fungsi pokok karawitan sebagai pengiring seni padalangan ini ialah adanya suatu kesatuan yang harmonis dalam menjalin sebuah lagu sesuai dengan yang dikehendaki oleh ki dalang. Keserasian dalam menabuh gamelan ini merupakan suatu syarat mutlak dalam sajian seni padalangan.

 

Karena karawitan di dalam padalangan adalah gending-gending untuk mengiringi gerak-gerak wayang dan vokal, baik yang dinyanyikan ki dalang maupun juru kawih, lagu-lagu yang dibawakannya ditujukan kepada penjiwaan dan watak wayang serta watak lagu itu sendiri, yang dalam menentukan lagu-lagu itu atas permintaan ki dalang.

 

(c).    Gending-gending untuk mengiringi Seni Padalangan

þ  Tatalu

Gending untuk tatalu ditabuh sebelum pertunjukan wayang dimulai, dengan maksud mengumpulan penonton dan pemberitahuan kepada mereka yang bersnangkutan (penerima tamu, yang punya hajat, dalang, juru kawih). Lagu-lagu yang dihidangkan dalam tatalu antara : Gending Jipang Karaton, Jipang Ageng, Jipang Renggong, jipang Wayang. Pada umumnya gending-gending inilah yang disajikan.

þ  Gending Panyambat

Panyambat artinya memanggil dalang. Jadi, gending panyambat adalah sebuah gending yang mengisyaratkan agar sinden, dalang naik ke pentas untuk segera memulai pagelaran wayangnya. Gending-gending yang dihidangkan dalam gending panyambat ini adalah Gending Banjar Mati. Dewasa ini nama lagu itu berubah menjadi Banjar Mlati.

þ  Gending Puja Mantra

Seperti garapan padalangan pada umumnya, sebelum memulai menggarap ceritera wayang, dalang kelihatan mengucapkan mantra-mantra/doa yang diyakini olehnya. Pembacaan mantra/doa diiringi salah satu gending, diantaranya gending-gending seperti Gending Papalayon Ageng dilanjutkan ke Karatagan Pedot atau dapat dipilih seperti Gending Karatagan Losari, Karatagan Ageng, Karatagan Wayang.

þ  Gending Pengiring Pagelaran

Pagelaran semalam suntuk menggunakan gending-gending seperti : Gending Kawitan, Gending Karawitan, Gending Pawitan, Gendring Bendra, Gending Sungsang. Gending Karawitan, Gending Pawitan dan Gending Bendra adalah gending-gending yang jarang dipakai sebagai iringan pergelaran wayang. Kelima gending yang disebutkan disesuaikan dengan kebiasaan dan kemampuan ki Dalang dalam memahami gending-gending tersebut. Gending-gending dalam seni Padalangan di Jawa barat, setelah Kayon/Gunungan dicabut dari pakeliran.

þ  Gending Jejer Karaton

Setelah dalang mencabut kayon, dilanjutkan dengan menarikan wayang yang harus berperan dalam jejer karatonan. Biasanya penampilan tokoh wayang pada jejeran ini diiringi dengan gending Sungsang dan ketika menyanyikan kakawen permulaan (murwa) dapat diingi oleh salah satu gending seperti : gending Golewang, Gending Kulu-Kulu Bem, Gending Kawitan, gending Karawitan, gending Pawitan, gendering Bendra atau dengan  Gending Sungsang.

Bahkan ada pula yang tidak menggunakan salah satu gending yang disebutkan di atas. Hal ini tergantung kepada kemampuan ki dalang dalam penguasaan lagu-lagu tersebut.

 

 

þ  Gending Badaya Karaton

Sebelum dimulai dengan “Pocapan”, dalam seni garapan padalangan didahului dengan menarikan “Badaya” untuk wayang perempuan  dan “Maktal” untuk wayang laki-laki. Tarian ini tidak menjadi keharusan, walaupun pada umumnya garapan padalangan di Jawa Barat selalu digunakan, tarian ini untuk menghormati para tamu yang menghadap raja.

þ  Gending di Paseban

Gending yang dipakai untuk jejeran Pasebanan ini pada umumnya adalah : Papalayon Solo atau Karatagan Wayang, demikian pula pada waktu wayang-wayang itu meninggalkan paseban. Gending para tokoh wayang yang akan menghadap masuk paseban antara lain:

ü       Untuk raja gagah: gending Macan Ucul, Ombak Banyu, bendrong, Waledan dan gending-gending lainnya yang sejiwa.

ü       Untuk raja lungguh atau satria: gending Renggong Gancang, kulu-Kulu Gancang atau gending yang iramanya sedang. Selesai paseban, gending beralih menjadi gending yang lain seperti lagu gehger sore, atau lagu-lagu jalan lainnya.

ü       Tokoh Rahwan dan sejenisnya mempergunakan gending khusus tapi tetap berpola pada patokan tabuh gending tradisi yang ada, sedangkan para ponggawa lainnya antara lain: Gending Gunung Sari, Palima, Panglima, Solontongan, Leang-leang.  Tokoh Kresna biasa menggunakan gending Sinyur atau Sanga Gancang. Pilihan-pilihan gending didasarkan kepada watak dan sifat tokoh wayang sebab akan dirasakan adanya kejanggalan apabila gending untuk satria lungguh digunakan pada wayang untuk ponggawa.

þ  Gending-gending lainnya

Untuk mengiringi perkelahian/peperangan, pada umumnya menggunakan gending Sampak Wayang atau gending Sampak Patra juga gending Ayak-Ayakan. Untuk gending panakawan gending Kicir_Kicir, Jangkrik atau Eling-eling dengan maksud untuk mengalihkan adegan kepada adegan berikutnya. Gending gending seperti Paksi Tuwung, Gorompol digunakan untuk para satria, apabila dalam keadaan sedih dapat menggunakan Gending Udan Mas, Sedih Prihatin, Tablo,Idan lagu sejenisnya. Dalam perang Barubuh atau Perang akhir dapat digunakan gending Rampak Sinyur.

 

Urutan gending-gending di atas dapat diubah, asal dengan jiwa dan watak gending yang sama, bahkan penempatan gending-gendingnya pun dapat dialihkan pula.

Demikianlah tata penyajian sekar gending pada pergelaran wayang golek, gending-gendingnya harus dipelajari secara khusus karena memerlukan penguasaan perbendaharaan gending-gendiang agar kebutuhan karawitan bagi iringan pertunjukan wayang dapat dipenuhi.

 

Dari uraian-uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan untuk cirri-ciri karawitan pengiring pergelaran wayang sebagai berikut:

(1).    Peralihan embat berdasarkan ketentuan dalam tata gending.

(2).    Pergantian gending berdasarkan norma-norma gending yang telah ditetapkan dalam komposisinya.

(3).    Keras lemahnya gending diatur menurut kebutuhannya.

(4).    Cempala dan Kecrek merupakan sarana yang utama bagi seorang dalang selaku sutradara dalam pergelaran wayang.

(5).    Ketika wayang menari, maka kendang merupakan pengiring gerak. Keras lemahnya berdasarkan kepada gerak wayang itu sendiri.

(6).    Peranan waditra Rebab sangat menonjol pada waktu gending mengiringi Sekar/Vokal

(7).    Gambang dan rebab berperanan pada waktu gending iringan Kakawen, Haleuang Dalang dan sebagainya, juga berfungsi sebagai ilustrasi.